Telah dibaca oleh 1 pemustaka, dengan total durasi baca 00:56:46
Hukum sebagai bagian yang integral dari kehidupan masyarakat menegaskan bahwa adanya suatu hukum sejatinya berkelindan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Proses perkembangan masyarakat yang sangat kompleks tersebut juga makin meniscayakan peran hukum di dalamnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Roscoe Pound bahwa “the law must be stable but it must not stand still”. Di era milenial dan globalisasi ini, terlebih dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang lazim disebut sebagai Revolusi Industri 4.0, maka peran dan konsistensi hukum menjadi sangat krusial karena harus mampu mengawal dan menjaga tatanan masyarakat yang sudah semakin kompleks. Bahkan, semakin masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dikarenakan oleh adanya Revolusi Industri 4.0 telah membuat hukum (dalam hal ini hukum negara) menjadi terancam eksistensinya. Hal ini dapat dilihat dengan seiring perkembangan teknologi dan informasi dunia seakan menjadi borderless atau tidak jelas batasnya, bahkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kita laksana telah kembali ke dalam sebuah benua besar bernama “Pangaea mode baru”, karena jika pada zaman dahulu benua menyatu karena daratannya yang bersatu, namun kini, dunia laksana bersatu bukan karena daratannya melainkan karena aktivitas manusianya. Hal inilah yang kemudian mengubah sebuah paradigma berpikir kita pada era ini bahwa yang terpenting bukan “natural-central”, namun lebih terletak pada “human-central”. Dengan demikian, meski teknologi berkembang pesat namun manusia tetap menjadi subjek dan titik sentral dalam Revolusi Industri 4.0. Memasuki tahun 2021, perkembangan substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum menghadapi kemampuannya beradaptasi. Mochtar Kusumaatmadja mengutarakan adalah menciptakan sebuah ketertiban sehingga menjadi pokok terciptanya sebuah struktur sosial yang teratur. Selain itu, hukum memiliki tujuan lain yakni membuat keadilan yang sesuai dengan masyarakat dan zaman dapat terwujud. Charles Darwin sebagaimana dikutip Megginson, “It is not the strongest of the species that survives, it is the one that is the most adaptable to change.” Namun, perubahan itu tidak stabil dan progresif — ia diselingi oleh momen-momen di mana peristiwa geologis yang dramatis mendorong perubahan yang cepat. Namun, di saat yang bersamaan Ralf Michels pernah berujar bahwa “Lawyers are bad at predicting the future: they have enough work on their hands with the present” Klaim yang demikian ini sesungguhnya beralasan apabila meninjau dari kacamata non-hukum melihat hukum itu sendiri. Hukum sebagai sebuah produk maupun sarjana hukum atau penegak hukum lainnya dalam beberapa pandangan dianggap obstacle (kendala) dalam memecahkan persoalan sosial. Oleh karena itu, Kolegium Jurist Institute mengurai diskurus perihal prognosa hukum di masa depan melalui beberapa pembahasan diberbagai sektor dan bidang khususnya di bidang hukum publik dan hukum privat. Para penulis antara lain: Ahmad Redi, Ibnu Sina Chandranegara, Luthfi Marfungah, Ahmad Sofian, Nani Mulyati, Orin Gusta Andini, Nathalia Michelle, Hengky Adinata, Jeremya Chandra, Petrus Richard Sianturi, Mughni Labib Ilhamuddin Is Ashidigie, Efendik Kurniawan, Moh. Fernanda Gunawan, Angghie Permatasari, dan Latipah Nasution.
Ketersediaan: 1/1
Jumlah Halaman: 24
Kategori: Hukum
Sub Kategori: Hukum
Penerbit: Rajawali Pers
Tahun Terbit: 2021
ISBN: 978-623-231-777-2
eISBN:
Akses koleksi ePerpus DJKI dan fitur perpustakaan lainnya dengan aplikasi ePerpus DJKI. Unduh sekarang untuk dapat membaca koleksi e-book ePerpus DJKI!